Profil Mawardi Ali
Ir. H. Mawardi Ali (lahir 2 Januari 1969) adalah Bupati Aceh Besar periode 2017–2022. Ia memiliki perjalanan karier yang banyak yang dimulai dari aktif di kepengurusan Partai Amanat Nasional (PAN), menjadi Anggota DPRD Kabupaten Aceh Besar hingga terpilih menjadi Bupati Aceh Besar.
Perjalanan Mawardi Ali pada tahun 1998, dirinya pernah terlibat dalam pendirian PAN Aceh Besar. Waktu itu Mawardi Ali selaku Sekretaris Panitia Dewan Pendiri PAN Aceh Besar.
Kemudian, setelah PAN Aceh Besar terbentuk, Mawardi Ali mesih terlibat dalam kepengurusan partai sebagai Wakil Sekretaris DPD PAN Aceh Besar, jabatan tersebut berakhir pada tahun 2002, Mawardi Ali melanjutkan jabatannya menjadi Sekretaris DPD PAN Aceh Besar hingga 2006, jadi Ketua DPD PAN Aceh Besar hingga 2010, Sampai terpilih menjadi Ketua DPW PAN Aceh.
Di jajaran legislatif, Mawardi Ali menjabat selama empat periode yaitu dari tahun 1999 hingga tahun 2016.
Pada tahun 2017, Mawardi Ali memenangkan Pilkada Kabupaten Aceh Besar dan resmi dilantik menjadi Bupati Aceh Besar sampai akhir jabatan.
Di Aceh umumnya sosok Politisi ini dikenal sebagai Mentor Politik bagi PAN, pernyataan tersebut dilayangkan karena politisi ini sudah 20 tahun lebih dipercayakan masyarakat, hal itu bukan perkara mudah bagi dirinya yang tumbuh di rezim Order Baru dan tidak punya latar belakang dari orang berada.
Tgk Irawan Abdullah punya cita-cita masa kecilnya menjadi pengajar di universitas atau dosen, namun perjalanan hidup membawanya ke gedung parlemen. Sudah empat periode Irawan mengabdi sebagai wakil rakyat dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Irawan lulus dengan predikat cum laude dari Fakultas Syariah Jurusan Perbandingan Mazhab, UIN Ar-Raniry, tahun 1998. Irawan kemudian menuntut ilmu ke Malaysia hingga menjadi pengajar di Madrasah An Nahdhah Bukit Besar Kota Sarang Semut, Yan Kedah, Malaysia. Hampir dua tahun dia mengabdi di pesantren modern itu.
Berbekal ilmu mengelola pesantren yang didapatnya semenjak menjadi musrif di Dayah Darul Ulum Jambo Tape, dan juga dari negeri Jiran Malaysia, Irawan kemudian pulang ke Aceh. Dia mendapat amanah untuk mendirikan dan memimpin Pesantren Darul Hijrah di Krueng Raya, Aceh Besar, tahun 2002.
Disela-sela mendidik santri, Irawan aktif di berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan. Ini pula yang membuat beberapa teman sejawatnya meminta Irawan mencalonkan diri sebagai anggota dewan untuk mengabdi secara lebih luas.
Irawan kemudian bergabung dengan Partai Keadilan Sejahtera dan mencalonkan diri sebagai anggota DPRK Aceh Besar dari dapil V kawasan Krueng Raya dan sekitarnya.
“Mungkin karena kedekatan saya dengan masyarakat, sehingga mereka mengajak saya masuk partai politik. Alhamdulillah, saya mencalonkan diri menjadi anggota dewan dan terpilih,” kata Irawan.
Tsunami yang terjadi pada 26 Desember 2004 membuat dayah yang didirikannnya porak poranda.
Sebagian warga di kawasan tersebut bahkan hilang ditelan tsunami. Berkat dukungan dari pengurus yayasan, Irawan lantas memindahkan pesantren tersebut ke Kuta Malaka, Aceh Besar, yang diberi nama kemudian dari Darul Hijrah menjadi Dayah Darul Quran Aceh (DQA). Pengabdian di dunia dayah yang tanpa batas itu membuat Irawan semakin merakyat.